Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Pada artikel oleh Safitri Hariyani Saptogino, SH, MH, dijelaskan bahwa dalam hubungan tersebut, superioritas dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis jelas terlihat, yaitu hanya ada kegiatan aktif dari pihak dokter sedangkan pasien bersifat pasif. Sikap pasif  dari pasien tentunya didasari rasa kepercayaan terhadap kemampuan dokter untuk melakukan penyembuhan atau pengobatan.

         Hubungan dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara dokter dengan pasien, kemudian diikuti oleh pemeriksaan fisik, kadang-kadang dokter membutuhkan pemeriksaan diagnostic untuk menunjang dan menegakkan diagnosisnya seperti pemeriksaan radiologis dan laboratoris. Hal yang kemudian dilakukan oleh dokter adalah perencanaan suatu terapi, baik farmakologis maupun non-farmakologis. Persetujuan pasien atau keluarga pasien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan setelah memperoleh informasi secara lengkap dari dokter merupakan prinsip informed consent, baik tertulis maupun tidak tertulis .

        Sengketa medis antara dokter dan pasien pada umumnya terjadi akibat ketidakpuasan pasien terhadap dokter dalam melaksanakan upaya pengobatan. Penyebab adanya sengketa medik yang sering adalah pemberian informasi medik yang kurang lengkap, terlambat disampaikan, atau bahkan salah menyampaikan informasi. Untuk menghindari terjadinya sengketa medik antara dokter dan pasien, 4 prinsip etika kedokteran harus selalu dilakukan dan menjadi pedoman bagi praktek dokter sehari-hari. Prinsip etika kedokteran yang dimaksud, antara lain:

  • Justice
  • Beneficence
  • Non maleficence
  • Autonomy.

        Berbuat baik degan kemurahan hati dan cinta, serta mengutamakan kepentingan pasien dan tidak mementingkan diri sendiri merupakan prinsip dari Beneficence. Prinsip ini ditekankan pada tindakan yang mempunyai sisi baik lebih besar disbanding dengan sisi buruk. Non maleficence merupakan prinsip etika yang menjadi prioritas utama sebab hal yang pertama-tama harus dilakukan sebagai dokter adalah, “First, do no harm”. Penting untuk memastikan bahwa prosedur pelayanan yang akan diberikan tidak membahayakan pasien atau orang lain di sekitarnya. Dalam prinsip Justice, distribusi sumber daya kesehatan yang terbatas, dan keputusan siapa yang mendapatkan perawatan didasarkan pada prinsip “Keadilan dan kesetaraan”. Tidak mendiskriminasikan pasien, apapun dasarnya. Walaupun dalam era BPJS seperti saat ini, perbedaan yang mungkin dapat terjadi dalam layanan Kesehatan di RS adalah dalam hal fasilitas, tetapi bukan dalam hal pengobatan dan atau perawatan. Selanjutnya, dokter sebagai seseorang yang professional di bidangnya berkewajiban menyarankan kepada pasien untuk memilih Tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Peran dokternya adalah memberikan informasi yang lengkap terhadap pasien dan keluarga sehingga pasien dan keluarga dapat mengambil keputusan dengan baik dan tepat. Prinsip ini adalah prinsip Autonomy dimana pasien memiliki hak untuk menetukan pilihan terhadap tindakan yang akan diberikan ke padanya.

        Muktamar IDI telah menetapkan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan pedoman pelaksanaan KODEKI yang berisi pasal dan penjelasan serta petunjuk dan contoh pelaksanaan KODEKI. Profesionalisme di bidang kesehatan berupaya untuk meningkatkan dan memelihara pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dimaksud belum cukup bila tidak didukung dengan penerapan nilai-nilai moral dan etika professional yang tinggi serta pelaksanaan nilai-nilai luhur profesi yaitu etika kedokteran yang harus dilakukan oleh setiap dokter tanpa terkecuali, dalam menjalankan profesinya sehari-hari.

        Setiap dokter SpKFR memiliki kewajiban untuk menerapkan etika kedokteran dalam menjalankan profesinya di masyarakat. Dalam upaya pencapaian hal di atas, PERDOSRI JAYA memiliki agenda untuk memberikan pembekalan materi tersebut dalam bentuk edukasi dan informasi bagi setiap anggota PERDOSRI JAYA. Pembekalan medikolegal dan etika medis diberikan pada SpKFR yang baru dan SpKFR yang akan melakukan perpanjangan STR. Selain itu, SpKFR juga akan dibekali dengan penyuluhan hukum terkait Perdir BPJS dan Permenkes tentang Layanan Rehabilitasi Medik.

 

Salam Sejawat,

Bidang OLA (Organisasi, Legalisasi, Advokasi)

PERDOSRI JAYA